Keadaan Perekonomian Indonesia
secara Global
Sebelum
krisis uang rupiah terjadi, masyarakat Indonesia dan dunia boleh dikatakan
sangat optimis mengenai prospek perekonomian Indonesia pada abad 21. Banyak
kalangan yang percaya bahwa dalam waktu dekat ini Indonesia akan menjadi a new asian tiger. Rasa optimis ini
dapat dimengerti terutama melihat sejarah bahwa sejak pemerintahan Orde Baru
berdiri hingga pertengahan tahun 1997 proses pembangunan ekonomi di Indonesia
berjalan cukup lancar, walaupun beberapa kali digoncang oleh factor eksternal,
seperti turunnya harga minyak mentah dipasar internasional, resensi ekonomi
dunia pada pertengahan tahun 1980an dan apresiasi nilai tukar yen terhadap
dolar AS pada tahun 1995 yang lalu. Salah satu kesalahan yang membuat rasa
optimis itu tidak didasari fakta yang sebenarnya adalah karena masyarakat
Indonesia selama ini hanya memperhatikan laju pertumbuhan output atau produk
domestic bruto (PDB) dan perkembangan ekspor non-migas.
Pendapat domestic bruto (PDB)
Indonesia saat ini menempati urutan ke-18 dari 20 negara yang mempunyai PDB
terbesar didunia. Hanya ada 5 negara Asia yang masuk kedalam daftar yang
dikeluarkan oleh bank Dunia. Kelima Negara Asia tersebut adalah Jepang (urutan
ke-21) Cina (urutab ke-3) India (urutan ke-11) dan Korea Selatan (urutan ke-15).
Indonesia yang kini mempunyai PDB mencapai US$700 miliar, boleh saja berbangga.
Apalagi, dengan pendapatan perkapita yang mencapai US$3000 per tahun
mendapatkan Indonesia diurutan ke-15 negrar-negara dengan pendapatan perkapita
yang besar. Belum lagi, indeks harga saham gabungan yang mencatat rekor terbaik
se-Asia Pasifik pada 2010.
a.
Investasi
Investasi
merupakan salah satu motor pendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan
agregat. Besarnya nilai investasi atau rasio investasi terhadap PDB atau PNB
juga mencerminkan tingkat industrilisasi disuatu Negara. Rasio investasi dengan PNB Indonesia masih
lebih rendah dari tingkat rata-rata ASEAN, sama halnya Filipina. Sebenarnya hanya
melihat pada nilai investasi atau rasionya terhadap PDN/PDB tidak cukup. Tidak ada
artinya jika sebagian besar dana untuk membiayai investasi disuatu Negara
berasal dari luar. Di Indonesia sumber utama pembentukkan modal berasal dari
luar. Satu-satunya sumber dari dalam negeri adalah tabungan nasional (jumlah
tabungan dari pemerintah masyarakat dan dunia usaha) yang kontribusinya
walaupun meningkat, masih relative kecil. Ahli pemasaran dunia, Philip Kotler
menilai Indonesia sudah layak menjadi negara kekuatan ekonomi baru sejajar
dengan negara Brazil, Rusia, India, dan China yang tergabung dalam kelompok
BRIC. Berbagai keberhasilan Indonesia dicapai dalam melaksanakan reformasi
politik dan mengatasi krisis keuangan pada 1998, ketahanan Indonesia dalam
menghadapi krisis global 2008, serta kinerja dan pertumbuhan ekonomi Indonesia
yang terus meningkat. Besarnya peluang investasi di Indonesia, baik dalam skala
besar maupun kecil, hal ini terkait dengan kebutuhan infrastruktur, energi,
pertanian dan komunikasi yang diperlukan Indonesia. Kondisi Indonesia saat ini
tengah menunjukkan perubahan ke arah yang lebih positif. Sebagai contoh tingkat
korupsi di Indonesia saat ini semakin menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya.
b.
Inflasi
Untuk
periode 1996 Indonesia merupakan Negara ASEAN dengan tingkat inflasi paling
tinggi didalam kawasan ekonomi, ini mencerminkan bahwa tingkat daya saing
efisiensi perekonomian nasional lebih rendah dibandingkan dinegara-negara ASEAN
lainnya. Rendahnya tingkat kompetatif dan efesiensi ini dapat disebabkan tidak
saja oleh fundamental ekonomi makro tetapi lebih ditentukan oleh fundamental ekonomi
meso. Tanda-tanda perekonomian mulai mengalami penurunan adalah ditahun 1997 dimana
pada masa itulah awal terjadinya krisis. Saat itu pertumbuhan ekonomi Indonesia
hanya berkisar pada level 4,7 persen, sangat rendah dibandingkan tahun
sebelumnya yang 7,8 persen. Kondisi keamanan yang belum kondusif akan sangat
memengaruhi iklim investasi di Indonesia. Adanya peningkatan pertumbuhan
ekonomi yang diharapkan akan menjanjikan harapan bagi perbaikan kondisi ekonomi
dimasa mendatang. Bagi Indonesia, dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka
harapan meningkatnya pendapatan nasional (GNP), pendapatan persaingan kapita
akan semakin meningkat, tingkat inflasi dapat ditekan, suku bunga akan berada
pada tingkat wajar dan semakin bergairahnya modal bagi dalam negeri maupun luar
negeri. Namun semua itu bisa terwujud apabila kondisi keamanan dalam negeri
benar-benar telah kondusif. Kebijakan pemerintah saat ini di dalam
pemberantasan korupsi sangat turut membantu bagi pemulihan perekonomian.
Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator makro ekonomi
menggambarkan kinerja perekonomian suatu negara akan menjadi prioritas utama
bila ingin menunjukkan kepada pihak lain bahwa aktivitas ekonomi sedang
berlangsung dengan baik pada negaranya.
c.
Perdagangan
Luar Negeri (Ekspor Neto)
Diantara
negara-negara ASEAN, Indonesia masih selalu termasuk Negara defisit dalam
neraca perdagangan totalnya (barang dan jasa). Indonesia hingga saat ini belum
dapat menonjol sebagai salah satu Negara prosedur produk-produk manufaktur
non-tradisional, terutama dengan kandungan teknologi menengah dan tinggi. Struktur
ekspor Indonesia menunjukkan bahwa ekspor nasional masih lebih banyak dari
migas dan komoditi primer lainnya daripada produk-produk manufaktur. Seiring
dengan krisis keuangan global yang terjadi di tahun 2008 tersebut perdagangan
internasional Indonesia mengalami penurunan tajam pada surplus perdagangan
total. Sejak tahun 2005 - 2007 perkembangan surplus perdagangan Indonesia
selalu positif. Dari posisi 27.9 miliar dolar di tahun 2005, pada tahun 2007
surplus perdagangan Indonesia mencapai angkat 39.6 miliar dolar AS. Akan tetapi
pada tahun 2008 surplus perdagangan tersebut anjlok hingga hanya sebesar 7.8
miliar dolar AS. Di tahun 2009 terjadi
peningkatan surplus dan membaik ke level 19.7 miliar dolar AS. Sementara itu di
tahun 2010 ini kembali terjadi peningkatan. Pada periode Januari hingga April
2010 surplus perdagangan Indonesia mencapai angkat 8.8 miliar dolar, mengalami
kenaikan dibandingkan periode yang sama pada tahun 2009, yaitu sebesar 7.2
miliar dolar.
d.
Hutang
Luar Negeri
Besarnya
ketergantungan proses pembangunan ekonomi disuatu Negara terhadap hutang luar
negeri (HL) dapat juga menjadi salah satu penyebab besarnya economic vulnerability Negara tersebut
terhadap gejolak-gejolak eksternal (global). Sayang rakyat Indonesia selama ini
sering dibohongi oleh pemerintah. Utang luar negeri dihubungkan dengan rasio
Produk Domestik Bruto (PDB). Akibatnya, utang Indonesia terlihat seakan-akan
mengalami penurunan, padahal nominalnya sebenarnya selalu bertambah. Pada masa
pemerintahan SBY-JK tahun 2004-2009, utang luar negeri Indonesia bertambah
tidak kurang dari Rp.350 triliun. Jika pada tahun 2004, jumlah utang Indonesia
sebesar 1.294,8 triliun, pada tahun 2008 jumlah tersebut meningkat menjadi
1.623 triliun. Pada tahun 2009 utang Indonesia sudah menjadi 1.667 triliun atau
lebih dari 30 % produk domestik broto karena meminjam kembali dari Bank Dunia. Dalam
hal HL sebenarnya yang perlu diperhatikan bukan jumlah absolutnya melainkan
nilai relatifnya terhadap nilai tambah ekonomi dari Negara peminjam. Selain itu
yang sangat menentukan besar kecilnya kerawanan ekonomi Negara peminjam akibat
HL tidak dilihat dari total pinjaman (nilai absolut) maupun kenaikkannya setiap
tahun (presentase pertumbuhan), melainkan kemampuan negara tersebut dalam melunasi
seluruh HL-nya pada waktunya.
Terimakasih kepada
Bapak / Ibu Blogger yang secara tidak langsung telah membantu terselesaikannya
tugas saya, semoga bermanfaat bagi setiap yang membacanya.
Djiwandono, J.Soedradjad. 2001. Bergulat dengan Krisis dan Pemulihan Ekonomi Indonesia. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan
Tambunan, Tulus. 2001, Perekonomian Indonesia Menyongsong Abad XXI. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan
http://www.4shared.com/document/XFsGjSK5/Inflasi_dan_Perekonomian_di_In.html
http://www.anneahira.com/kondisi-perekonomian-indonesia-saat-ini.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar